Pondok Pesantren Al-Ittihad didirikan oleh seorang Alim, bernama Simbah
KH Misbah. Beliau dilahirkan di desa Gogodalem Bringin Kab. Semarang
dari seorang ayah yang bernama K. Raden Mertodito dan ibu yang bernama
Nyai Asiyah, keturunan orang yang memperhatikan agama Islam. Adapun hari
kelahiran dan perjalanan hidupnya dari masa anak-anak sampai dewasa
beliau, belum dapat ditelusuri sejarahnya. Dengan istri pertamanya beliau
tidak di karuniai putra, kemudian sepakat untuk furqoh (bercerai).
Kemudian beliau menikah yang kedua kalinya dengan gadis dari Kauman Lor
Pabelan Salatiga, namun setelah dikaruniai dua putra (Ikrom dan Askirom)
tidak ada kecocokan kemudian furqoh. Setelah itu, istri kedua beliau
memohon agar Mbah Misbah untuk menikah dengan adiknya yang bernama
Aisyah, dan mereka sanggup untuk menjadi khodim beliau.
Sejak pernikahan beliau dengan Aisyah, beliau pindah ke Padaan, Pabelan
dan pada tahun 1810 M, lahir putra yang pertama yang diberi nama Umar
(Hasan Asy’ari). Tidak lama kemudian pindah ke Ngawi, di Ngawi lahir dua
putra (Toyib dan Marzuqi) dan satu putri (Khotijah). Setelah 22 tahun
di Ngawi beliau pindah ke Cikalan (sebelah timur Dusun Poncol).
CIKAL BAKAL ULAMA’ PONCOL
bah Misbah yang mempunyai ilmu syari’at, beliau merasa bertanggung jawab
untuk “nasyrul ‘ilmi waddin”. Kabar kealimannya didengar oleh Mbah
Sinder, penguasa Getas (sebelah selatan Poncol). Pada tahun keempat
sekembalinya dari Ngawi beliau diminta oleh Mbah Sinder untuk
mengamankan daerah sebelah utara Getas, yaitu wilayah Ngerkesan, yang
terkenal angker, letaknya di antara dua aliran sungai yang bertemu dan
menjorok, daerah inilah yang disebut Poncol .
Ngerkesan dikatakan angker, sebab jika ada orang yang melewati daerah
tersebut maka keselamatannya tidak dapat dijamin. Berkat izin Allah
SWT., beliau dapat mengamankan daerah tersebut. Sebagai imbalannya
daerah tersebut menjadi milik beliau. Bukan pekerjaan yang ringan untuk
mengubah hutan belantara menjadi tempat pemukiman dan bercocok tanam
seperti sekarang ini. Maka Mbah Misbah dengan dibantu oleh Yadi dan
Safron melaksanakan tugas tersebut, walaupun putera-puteri mereka masih
kecil-kecil. Adapun Umar ( Hasan Asy’ari ) kerjanya hanya bermalas-
malasan dan suka kelenceran, hanyalah orang-orang yang punya ketabahan,
kesabaran, dan keuletan yang dapat melaksanakan tugas berat tersebut.
BERDIRINYA PONDOK PESANTREN
Setelah menjadi tempat pemukiman selanjutnya tempat tersebut dijadikan
sebagai tempat basis dakwah beliau. Karena kealiman dan kearifannya,
pengajian beliau banyak dikunjungi oleh masyarakat sekitar bahkan dari
luar daerah. Sebagai pemecahannya didirikan masjid sebagai pusat
pengajian beliau. Semenjak itulah Umar (Hasan Asy’ari) mulai sadar yang
akhirnya dia mulai mau mengaji. Umar mulai mengaji di Termas, kemudian
ke Mangkang dan yang terakhir kalinya ke daerah Jambu, Ambarawa, yaitu
ke tempat Simbah Kiai Zainuddin. Karena kelimpatannya dalam menimba
ilmu, Umar pulang setelah dinikahkan dengan putri gurunya yang bernama
Natijah. Setelah kembali ke Poncol, Umar turut membantu romonya untuk
mengurus santri yang semakin bertambah banyak. Lalu sebagai jalan
keluarnya dibangunlah kamar yang berukuran 10 petak. Dengan demikian
tambah ramailah Poncol dengan penimba ilmu kebijaksanaan.
PULANG KE RAHMATULLAH
Saat Kiai Hasan Asy’ari dikaruniai 9 putra, beliau sudah menunaikan
ibadah haji. Pada tahun 1332 H oleh H. Thoyib (lurah Popongan ), beliau
dibiayai untuk naik haji yang kedua, pada waktu inilah Simbah KH. Misbah
ingin melaksanakan ibadah haji dengan putranya, namun beliau tidak
memiliki biaya sedikitpun. Kemudian beliau melaksanakan i’tikaf selama
40 hari. Dengan kehendak Allah menjelang keberangkatannya, banyak orang
yang datang menghaturkan bekal untuk ziaroh ke makam Rosululloh.
Sesampainya di Mekkah beliau melaksanakan ibadah hajinya dengan
sempurna. Pada bulan Rojab beliau berziaroh ke Madinah, saat sampai di
wadi Fatimah, beliau sakit dan tidak dapat menyempurnakan ziarohnya ke
makam Nabi Muhammad SAW.
Sekembalinya ke kota Mekkah, sakit Beliau bertambah parah, dan pada
tanggal 27 Romadhon, tepatnya jam 12 siang, beliau menangis
sejadi-jadinya. Kawan-kawan haji bergiliran menunggu beliau. Ketika
sampi giliran Kyai Hasan, Mbah Misbah berkata “lee anakku, olehku nangis
iki, rikolo aku ora turu dumadaan aku kerawuhan Gusti Rosul, aku ora
pangkling sebab aku wis bola-bali ngimpi ketemu Gusti Rosul. Dene olehe
dawuhi durung mari kangen marang aku, sebabe aku sowan namung sedelok
kerono aku loro, lan kersane arep mulang penggawe haji. Wusono kesat
durung tutuk mulang, bacut sedo ono imaman hanafi. Iku aku terus nangis,
kesat wasiat hajiku kon nglakoni kowe lan kabeh perkarane mbok lan
dulur-dulurmu kon masrahake kowe”. Itulah pesan Mbah Misbah kepada Kyai
Hasan. Kemudian sakitnya bertambah parah, dan pada hari senin tanggal 12
Dzulhijjah tahun 1332 H, di kota Mekkah Al Mukarromah, Beliau sowan ke
hadirat Allah SWT.